Wang Chuyi berlari luar biasa cepat. Dalam waktu singkat mereka sudah tiba di luar kota. Dalam beberapa li, mereka sudah sampai di bawah kaki bukit. Karena penasaran ingin menguji kemampuan Guo Jing, ia tidak memperlambat larinya, dan bahkan semakin cepat.

Pada saat Ma Yu mengajarkan cara mengatur pernafasan, Guo Jing sudah berkali-kali naik-turun tebing yang sangat tinggi dan curam di gunung. Hari ini, bahkan setelah bertarung habis-habisan, berpacu seperti itu tidak membuatnya gentar sama sekali. Berlari melawan angin pada saat salju tebal turun, Wang Chuyi melompat ke atas sebuah bukit kecil yang lerengnya tertutup salju yang licin. Semakin mendekati puncak, lereng itu semakin terjal, tetapi cara Guo Jing melaju membuatnya bertanya-tanya. Pemuda itu sama sekali tidak nampak terengah-engah, seolah-olah denyut nadinya tidak bertambah cepat, dan seakan-akan mereka sedang berlari di atas tanah datar. Pendeta itu cukup terkejut dan melepaskan tangan Guo Jing. “Dasar kungfumu cukup bagus,” katanya. “Mana mungkin kau tidak mampu mengalahkan dia?” Guo Jing tidak bisa menjawab, dan hanya diam. “Siapa gurumu?” lanjut Wang Chuyi.

Guo Jing tahu siapa tepatnya pendeta ini, karena di puncak tebing, di Mongolia, ia sempat disuruh memerankan Yin Zhiping untuk menyesatkan Mei Chaofeng. Ia masih ingat bahwa Wang Chuyi adalah salah seorang adik seperguruan Ma Yu, karena itu ia tidak ragu untuk menceritakan yang sebenarnya. Ia segera menceritakan bahwa ia telah menerima pengajaran dari Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan, dan juga dari Ma Yu.

“Ternyata kakak seperguruanku yang memberimu pengajaran!” kata Wang Chuyi dengan gembira. “Ia sangat tangguh, jadi aku tidak punya alasan untuk menguatirkan keselamatanmu!” Mata Guo Jing melebar saat ia menatap Wang Chuyi, tanpa mengerti.

“Yang disebut Pangeran Muda ini, Wanyan Kang,” jelas Wang Chuyi. “adalah murid dari kakak seperguruanku, Qiu Chuji. Kau tahu itu?”

“Ah!” Guo Jing tercengang. “Aku tidak menyadari ini…” Sebenarnya, Ma Yu memang mengajarkan beberapa ilmu dasar untuk mengendalikan tenaga dalam, dan juga ilmu meringankan tubuh yang bernama Jin Ying Fei Xiang (金鹰飞翔, Elang Emas Terbang), supaya ia bisa mendaki tebing terjal itu. Tetapi ia tidak mengajarkan teknik berkelahi atau ketrampilan memegang senjata sekecil apapun. Itulah sebabnya Guo Jing sama sekali tidak memahami ilmu bela diri aliran Quanzhen. Mendengar keterangan Wang Chuyi, ia teringat pertarungannya dengan si pendeta muda Yin Zhiping, yang kelihatannya menggunakan teknik yang sama seperti yang digunakan oleh Wanyan Kang. Ia merasa sudah melakukan kesalahan, dan ia kowtow di hadapan Wang Chuyi. “Aku tidak tahu,” katanya dengan rendah hati. “kalau Wanyan Kang adalah murid dari Qiu Dao Zhang. Aku sudah keterlaluan, tolong jangan menyalahkan dia…”

Tawa Wang Chuyi meledak. “Semangatmu untuk berbuat baik dan benar sungguh menyentuh aku. Masa aku menyalahkan kamu? Peraturan perguruan sangat ketat. Kalau seorang murid melakukan kesalahan, dia pasti akan mendapat hukuman yang setimpal dan keadilan akan ditegakkan. Anak muda itu sangat kurang ajar dan sombong. Aku akan minta Kakak Qiu untuk menghukumnya dengan berat.”

“Kalau dia bersedia menikahi Nona Mu,” kata Guo Jing lagi, memohon “tolong maafkan dia…”

Wang Chuyi menggelengkan kepalanya. Ia melihat bahwa Guo Jing sangat baik hati, dan siap memaafkan. Ia menatap pemuda itu dengan simpati yang lebih dalam lagi. “Kakak Qiu sangat membenci tukang bikin onar dan pembuat kejahatan, terutama sekali bangsa Jin,” pikir Wang Chuyi. “Kenapa dia bisa sampai menerima seorang pangeran Jin sebagai murid? Yang lebih aneh lagi adalah ilmu silat bocah itu kelihatannya cukup lengkap. Ini berarti Kakak Qiu mencurahkan banyak waktu dan tenaga untuk mendidik dia. Tapi di dalam kungfunya orang bisa merasakan pengaruh dari aliran sesat. Aku sungguh-sungguh bingung.”

“Kakak Qiu bilang bahwa dia akan datang ke Yanjing,” katanya kepada Guo Jing. “Seharusnya dia tiba dalam beberapa hari ini. Kita akan menanyakan hal ini kepadanya kalau sudah ketemu. Aku bermaksud memberitahu kamu bahwa dia menerima murid yang bernama Yang, yang harus bertanding melawan kamu di Jiaxing. Aku tidak tahu seberapa tangguh anak muda itu. Tapi jangan kuatir, aku akan hadir, dan aku yakin kamu bakal menang.”

Guo Jing mematuhi perintah keenam gurunya untuk pergi ke Jiaxing pada tanggal lima belas bulan delapan, tetapi mereka tidak menyinggung untuk urusan apa ia harus ke situ. “Dao Zhang,” katanya kemudian. “mengapa aku harus bertanding melawan dia?”

“Kalau guru-gurumu tidak merasa perlu memberitahumu soal itu,” jawab Wang Chuyi. “maka aku akan keliru kalau memberitahu kamu untuk mewakili mereka.” Ia sudah tahu dari Qiu Chuji segala seluk-beluk urusan itu, dan ia merasakan kekaguman yang sangat mendalam terhadap Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan atas segala jerih payah dan pengorbanan yang mereka lakukan. Ia punya pikiran yang sama dengan Ma Yu, dan mengharapkan kemenangan bagi Keenam Orang Aneh. Tetapi sebagai adik seperguruan, ia tidak bisa meminta Qiu Chuji untuk mengalah. Hari ini, terdorong oleh kepribadian Guo Jing, ia bertanya-tanya bagaimana ia bisa membantu secara diam-diam tanpa harus menghancurkan reputasi Qiu Chuji. Lalu ia memutuskan untuk pergi ke Jiaxing, dan pada saat itu ia akan memikirkan, di tempat dan waktu yang sama, bagaimana cara menolong Guo Jing. “Ayo kita kembali dan mencari Mu Yi,” usulnya. “Kelihatannya putrinya agak keras kepala, ini bisa menyebabkan kesulitan…”

Mereka pergi ke Penginapan Keberuntungan, di sebelah Barat kota. Ketika mereka tiba di pintu gerbang penginapan, sepuluh pelayan berseragam sudah menunggu. Mereka menghampiri kedua tamu itu dan menyapa, “Majikan kami dengan rendah hati mengundang Dao Zhang dan Guo Gong Zhi untuk menghadiri perjamuan di kediamannya yang sederhana.” Undangan berwarna merah disertai dengan tanda tangan bernada hormat, “Yang mengundang, Wanbei Wanyan Kang”.

“Baiklah kalau begitu,” kata Wang Chuyi sambil mengangguk. “Kami akan hadir.”

Kepala pelayan itu berkata lagi, “Kue-kue dan buah-buahan ini adalah pemberian dari Xiao Wangye. Tolong Dao Zhang dan Guo Daxia beritahu di mana kami harus meletakkan semuanya.” Para pelayan itu menyerahkan dua belas kotak besar berisi aneka macam buah-buahan segar dan kue-kue, semuanya menimbulkan selera.

“Huang Rong sangat suka kue-kue,” pikir Guo Jing. “Biar aku simpan sedikit untuk dia.” Karena rasa tidak sukanya kepada Wanyan Kang, semula Wang Chuyi bermaksud menolak pemberian itu. Tetapi karena melihat Guo Jing sangat menghargainya, ia lalu menyuruh mereka meninggalkannya di atas meja penerima tamu. “Anak muda memang agak rakus,” pikirnya sambil tersenyum. “Itu sangat wajar.” Lalu mereka pergi ke kamar Mu Yi. Ia sedang berbaring telentang di tempat tidur, mukanya pucat. Putrinya sedang duduk di sisi pembaringannya sambil menangis. Ketika melihat Wang Chuyi dan Guo Jing memasuki ruangan, mereka terkejut. Si gadis segera bangkit berdiri, dan pria itu berusaha untuk bangun.

Wang Chuyi memeriksa luka Mu Yi. Pada masing-masing tangannya terdapat lima lubang sangat dalam akibat jari Wanyan Kang, seakan-akan terluka oleh senjata tajam. Kedua tangan itu membengkak besar dan kelihatannya sudah diolesi salep obat, tetapi karena takut infeksi maka tidak dibalut. Wang Chuyi tidak dapat memahami karakteristik luka tersebut. Ia berpikir, “Siapa yang mengajari Wanyan Kang teknik yang begitu brutal? Kalau dilihat dari keseriusan luka-luka itu, kelihatannya orang perlu waktu yang sangat lama untuk melatih diri hingga mencapai tingkat ini. Bagaimana mungkin Kakak Qiu tidak menyadari hal ini — atau, mungkin juga ia punya dugaan — tapi kenapa tidak berusaha untuk menghentikan latihan anak itu?” Ia berpaling kepada gadis itu dan bertanya, “Nona, kau…?”

“Namaku Mu Nianci (Nianci artinya adalah ‘Mengenang Ibu’),” jawabnya sambil memandang Guo Jing sekilas dengan rasa terima kasih, lalu menundukkan kepalanya. Guo Jing melihat tiang penyanggah umbul-umbul tergeletak di bawah tempat tidur, tetapi spanduknya sendiri yang bertuliskan ‘Lomba Mencari Jodoh’, sudah dirobek-robek menjadi potongan kecil-kecil.

“Apa kau tidak ingin mencari suami lagi?” pikir Guo Jing, agak heran.

“Luka ayahmu sangat serius,” lanjut Wang Chuyi. “Harus dijaga dengan baik-baik.” Melihat kesederhanaan tempat tinggal mereka, Wang Chuyi mengerti bahwa ayah dan anak itu hidup dalam kekurangan, dan mereka pasti akan kesulitan untuk mencari uang guna membeli obat. Ia mengambil dua yuan bao perak dari dalam sakunya, lalu meletakkannya di atas meja. “Kami akan mengunjungi kalian lagi besok.” janjinya. Tanpa menunggu ucapan terima kasih mereka, ia menarik tangan Guo Jing dan berjalan keluar. Di pintu penginapan, empat orang pelayan yang berseragam bagus menghampiri mereka dan membungkuk hormat. “Majikan muda kami sedang menunggu kunjungan kehormatan Dao Zhang dan Guo Daxia. Silakan mengikuti kami.” Wang Chuyi mengiyakan.

“Dao Zhang,” kata Guo Jing. “Tolong tunggu sebentar.” Ia berlari ke arah meja penerima tamu, dan membuka kotak-kotak makanan pemberian Wanyan Kang, lalu memilih empat potong kue dan membungkusnya dengan saputangan, lalu menyimpannya dengan hati-hati di saku jubahnya. Kemudian ia mengikuti Wang Chuyi menuju ke tempat tinggal Wanyan Kang.

Di kedua sisi pintu besar berwarna merah terang, tergantung panji-panji di atas tiang tinggi. Dua patung singa dari bahan batu pualam yang tampak anggun dan sekaligus menyeramkan berdiri di depan kedua pilar, seakan sedang pengawal istana itu. Menapaki anak-anak tangga yang seputih pualam membawa mereka ke sebuah ruangan besar. Efek yang ditampilkan sangat mengesankan. Di atas pintu gerbang besar tertera tulisan berwarna emas, yang berbunyi ‘Kediaman Pangeran Zhao’.

Guo Jing tahu bahwa Pangeran Zhao adalah gelar dari Pangeran Keenam Kekaisaran Jin, Wanyan Honglie. “Jadi,” katanya kepada diri sendiri dengan gugup. “Pangeran Muda itu adalah anak Wanyan Honglie! Dia kenal aku, jadi akan berbahaya kalau sampai ketemu dia.” Sememtara ia ragu-ragu, terdengarlah suara terompet dan drum.

Sang Pangeran Muda mengenakan setelan berwarna merah, dengan mahkota emas dan sabuk emas melingkar di pinggangnya. Ia bejalan menuruni tangga dan menyambut mereka. Tetapi matanya hitam dan mukanya bengkak, sisa-sisa pertarungan sengit beberapa jam sebelumnya. Guo Jing juga tidak lebih baik, matanya bengkak, bibirnya bengkak, dan mukanya penuh dengan goresan. Kedua pemuda itu merasa geli, dan tidak dapat menahan diri mereka untuk tersenyum. Melihat segala kemewahan yang dimiliki Wanyan Kang, sepasang alis Wang Chuyi menyatu, ia mengikuti Pangeran itu memasuki sebuah ruangan besar lainnya tanpa mengatakan apa-apa. Wanyan Kang mempersilakannya duduk di sebuah kursi kehormatan.

“Betul-betul sebuah kehormatan bahwa Dao Zhang dan Kakak Guo sudi mampir kemari.”

Karena Pangeran tidak kowtow kepadanya, dan juga tidak terlihat mengaku sebagai salah seorang murid Perguruan Quanzhen, Wang Chuyi mulai naik darah. “Sudah berapa tahun kau diajari kungfu oleh gurumu?”

“Aku tidak tahu apa-apa soal kungfu,” jawab Wanyan Kang sambil tertawa. “Guruku memang mengajariku selama beberapa tahun, tapi apa yang dia ajarkan akan membuat Dao Zhang tertawa, karena itu semua tidak lebih dari ilmu kucing berkaki tiga.”

“Ilmu silat Perguruan Quanzhen memang tidak ada istimewanya,” kata Wang Chuyi, menahan emosinya. “Tapi bagaimanapun juga tetap lebih baik dari kemampuan kucing berkaki tiga. Kau tahu gurumu akan datang dalam beberapa hari ini?”

“Guruku ada di sini,” kata Wanyan Kang, masih tersenyum. “Dao Zhang ingin ketemu dia?”

“Di mana dia?” tanya Wang Chuyi heran.

Tanpa menunggu jawabannya, Wanyan Kang bertepuk tangan dan memberi perintah, “Buka perjamuannya!” Kemudian ia membawa kedua tamunya menuju ke ruang perjamuan. Mereka berjalan melewati beberapa lorong dan beberapa paviliun yang berdekorasi mewah. Guo Jing yang tidak pernah melihat kediaman semewah itu terkagum-kagum. Tapi ia sangat kuatir kalau nanti bertemu dengan Wanyan Honglie, karena ia masih belum tahu harus berbuat apa. “Khan menyuruhku membunuh pangeran itu,” pikirnya. “tapi ternyata anaknya adalah murid dari Pendeta Qiu! Aku harus membunuhnya atau tidak?” Ia tidak bisa memutuskan, jadi ia merasa sangat tidak enak.

Di dalam ruangan perjamuan, enam atau tujuh orang telah menunggu mereka. Salah seorang di antaranya punya tiga benjolan besar di bagian depan kepalanya, ia adalah Hou Tonghai, Si Naga Berkepala Tiga. Ia memandang mereka dengan kedua tangan terselip di pinggangnya dan dengan wajah marah. Guo Jing sudah bergerak untuk mundur, lalu ia berpikir lagi bahwa kehadiran Wang Chuyi di sisinya pasti akan mencegah Hou Tonghai bertindak sembrono. Namun demikian, karena tidak mampu menekan kekuatirannya, ia memalingkan pandangannya untuk menghindari tatapan orang itu. Lalu ia teringat tingkah laku konyol Hou Tonghai pada saat kejar-kejaran dengan Huang Rong, ia tertawa dalam hati.

“Dao Zhang,” kata Wanyan Kang sambil memperlihatkan senyumnya yang menawan. “Ini beberapa orang yang sangat mengagumi Dao Zhang, dan sudah lama berharap untuk bisa berkenalan. Kukira Dao Zhang sudah sempat bertemu dengan Ketua Peng. Yang ini adalah Yang Terhormat Liang Ziweng, dikenal sebagai ‘Dewa Ginseng’, yang datang dari Gunung Dewa Putih.”

Liang Ziweng, seorang pria tua dengan wajah nyaris tanpa kerut dan berambut tipis, memberi salam dengan merangkapkan kedua tangannya. “Suatu kehormatan bertemu dengan Wang Dao Zhang, Dewa Berkaki Besi! sekarang aku baru bisa bilang bahwa perjalananku melewati perbatasan tidak sia-sia. Ini adalah Lingzhi Shangren, juga dikenal sebagai Si Tangan Raksasa, dari Tibet. Aku sendiri berasal dari Timur Laut, dia dari Barat Daya, jadi diperlukan perjalanan sejauh puluhan ribu li supaya orang bisa bilang bahwa kami berdua sudah ditakdirkan bertemu.”

Jelas sekali Liang Ziweng punya mulut yang sangat manis. Wang Chuyi memberi salam kepada Lingzhi Shangren, dan Lama dari Tibet itu membalas dengan merangkapkan kedua tangannya. Tiba-tiba terdengar sebuah suara kasar, “Karena mereka mendapat dukungan dari Quanzhen, makanya Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan berani kurang ajar!”

Wang Chuyi memalingkan kepalanya dan melihat seorang pria botak dengan kepala berkilau dan sepasang mata melotot seperti ikan mas. Pria itu mengingatkan dia akan seorang tokoh. “Apa mungkin ini Yang terhormat Pendekar Sha, Raja Naga dari Kelompok Iblis?”

“Tepat sekali,” sahut orang itu dengan nada marah. “Jadi kau masih ingat namaku?”

“Kita tidak pernah bertemu,” pikir Wang Chuyi. “Kapan aku menyinggungmu?” Ia menjawab dengan nada damai, “Aku sudah lama mendengar tentang Pendekar Sha, dan aku sangat mengagumimu.”

Orang itu bernama Sha Tongtian, ia jauh lebih kuat dibandingkan adik seperguruannya, Hou Tonghai. Namun demikian, ia memiliki temperamen panas dan senantiasa marah-marah ketika mengajar. Karena itulah ia hanya bisa menurunkan sebagian kecil ilmu yang kurang berguna kepada keempat orang muridnya. Ini juga alasannya mengapa ketika Empat Iblis dari Sungai Kuning itu bertarung melawan Guo Jing di Mongolia, mereka tidak bisa menang dan harus kehilangan muka di hadapan Wanyan Honglie. Sejak saat itu, Pangeran Zhao tidak lagi menghargai mereka berempat. Ketika Sha Tongtian mendengar hal itu, ia sangat murka. Ia menghukum keempat muridnya dengan kejam, sehingga Empat Iblis itu nyaris berubah menjadi Empat Hantu. Ia mengutus adik seperguruannya untuk menangkap Guo Jing, tetapi Hou Tonghai ternyata berubah menjadi bahan olok-olok dari Huang Rong dan membuatnya menderita penghinaan yang lebih parah lagi.

Sha Tongtian yang makin lama makin emosi, tidak lagi mempedulikan sopan-santun di hadapan orang lain. Ia langsung menerjang ke arah Guo Jing, kedua tangannya membentuk cakar. Guo Jing mundur dua langkah. Wang Chuyi melakukan tindak pencegahan dengan menempatkan diri di depan Guo Jing.

“Kau betul-betul mau melindungi bajingan cilik ini ya?” bentak Sha Tongtian marah. Dan ia mengirimkan telapak tangannya ke arah Wang Chuyi. Wang Chuyi terpaksa melindungi diri mengingat kebrutalan serangan itu. Kedua telapak tangan mereka bertemu, dan ketika mereka hendak menyalurkan tenaga dalam, seorang pria tiba-tiba muncul. Dengan menggunakan tangannya orang itu menekan pergelangan tangan keduanya, dan langsung memisahkan mereka. Wang Chuyi dan Sha Tongtian merasakan sebuah sensasi yang mengejutkan, dan segera menarik tangan mereka. Sebagai orang-orang yang terkenal di Jianghu, keduanya sudah mengantisipasi kekuatan lawan, sehingga mereka sudah siap untuk menyalurkan tenaga dalam ke telapak tangan. Dalam keadaan itu, kalau seseorang sanggup memisahkan mereka dengan begitu mudahnya, hal itu sungguh terasa sulit mereka percayai.

Orang itu berbaju putih, mengenakan mantel bulu tipis, dan ikat pinggang lebar. Usianya sekitar tiga puluh lima atau tiga puluh enam tahun. Ia bergerak dengan elegan, dan punya penampilan istimewa, dengan aura kungfu yang tidak dapat disangkal lagi. Kelihatannya ia seorang keturunan ningrat. “Ini adalah,” kata Wanyan Kang sambil tertawa. “Ketua Muda dari Gunung Onta Putihm pegunungan Kunlun, di wilayah Barat. Namanya adalah Ouyang Ke. Ouyang Gong Zhi belum pernah datang ke wilayah pusat sebelumnya. Ini pastilah pertama kalinya kalian semua bertemu dengannya.”

Kedatangan mendadak orang itu bukan hanya mengejutkan Wang Chuyi dan Guo Jing, tetapi juga Peng Lianhu dan Liang Ziweng, yang juga tidak mengenal dirinya. Setelah melihat pameran ilmu silat barusan, semua orang diam-diam merasa hormat, tapi tak seorang pun pernah mendengar tentang Gunung Onta Putih dari wilayah Barat.

“Saudara-saudara, aku seharusnya sudah tiba di ibukota beberapa hari yang lalu,” kata Ouyang Ke. “Tapi aku menemui beberapa masalah kecil di dalam perjalanan, yang agak menghambat, itu sebabnya aku baru datang sekarang, mohon maaf.”

Setelah mendengar bahwa ia adalah Ketua Muda dari Gunung Onta Putih, Guo Jing tahu bahwa ia pasti ada kaitannya dengan wanita-wanita yang berbaju putih yang berusaha untuk merampas kudanya di jalan. Ia merasa hatinya mengeras. “Apa mungkin guru-guruku bertarung dengan orang ini?” Ia bertanya-tanya dalam hati. “Apa mereka terluka?”

Wang Chuyi tahu bahwa semua orang yang hadir di situ punya kemampuan yang mengerikan. Ia sempat merasakan tekanan dari tangan Ouyang Ke yang mengandung tenaga dalam, yang sama sekali tidak kalah dibandingkan dirinya, meskipun tenaga itu mengandung hawa keji yang aneh.

Kalau pembicaraan itu menemui jalan buntu dan berubah menjadi perkelahian, ia bahkan tidak yakin akan bisa mengalahkan Ouyang Ke. Kalau mereka maju bersama-sama, bagaimana caranya ia dan Guo Jing akan bisa melawan? “Dan gurumu?” tanyanya kepada Wanyan Kang. “Kenapa kau tidak mengundangnya untuk datang?”

“Pasti,” kata anak muda itu setuju. Ia berpaling kepada para pelayannya. “Undang Shifu untuk datang menemui tamu.”

Wang Chuyi merasa agak lega. “Kalau Kakak Qiu hadir,” pikirnya. “meskipun jumlah musuh lebih banyak, setidaknya kita akan mampu mengimbangi.”

Beberapa saat kemudian, mereka mendengar suara sepatu bot. Melalu pintu besar masuklah seorang pejabat tua bertubuh besar yang berusia sekitar empat puluh tahun, dengan jenggot tebal dan berpakaian mewah. Ia memasuki ruangan itu dengan aura seorang pesilat. Wanyan Kang maju. “Shifu,” katanya dengan hormat. “Dao Zhang ini ingin menemuimu, dan ia sering bertanya mengenai Shifu sebelumnya.”

Wang Chuyi merasa emosinya mulai naik. “Ah, licik sekali,” pikirnya. “kau berani mempermainkan aku? Dari cara berjalan pejabat ini, ia pasti bukan orang yang berilmu tinggi, jadi ia pasti bukan orang yang mengajarkan ilmu aneh kepada bajingan cilik ini.”

“Dao Zhang,” sapa si pejabat. “apa yang bisa kubantu? Biasanya aku sangat tidak suka ketemu biksu atau pendeta.”

Wang Chuyi begitu marahnya, sampai-sampai tawanya meledak. “Aku ingin meminta sumbangan dari Yang Mulia, sejumlah seribu tail perak.”

Pejabat itu bernama Tang Zude, kapten dari pengawal pribadi Pangeran Zhao, Ketika Wanyan Kang masih kecil, Tang Zude sempat mengajarinya beberapa teknik berkelahi, itu sebabnya semua orang di istana itu memanggilnya ‘Shifu’. Mendengar permintaan yang keterlaluan dari Wang Chuyi itu, ia terkejut. “Omong kosong!” sahutnya dengan nada tinggi.

“Seribu tail perak,” kara Wanyan Kang. “bukan masalah, sama sekali bukan masalah. Cepat siapkan seribu tail perak dan persembahkan semuanya kepada Dao Zhang.” Tang Zude merasa bingung. Ia mengamati Wang Chuyi dari kepala sampai ke ujung kaki dengan mulut ternganga, tanpa memahami mengapa orang bisa bersikap sebijaksana itu.

“Silakan duduk semuanya,” undang Wanyan Kang. “Wang Dao Zhang, ini pertama kalinya Dao Zhang mengunjungi kami, tempat kehormatan disediakan untuk Dao Zhang.”

Wang Chuyi menolak dengan rendah hati, tetapi akhirnya ia duduk di kursi kehormatan. Tiga cawan arak disuguhkan. “Kalian semua tokoh terkenal di Jianghu,” kata Wang Chuyi. “Kalian bisa menilai sendiri bagaimana kita menyelesaikan urusan dengan Mu Xiansheng dan putrinya.” Semua mata tertuju kepada Wanyan Kang, menunggu reaksinya.

Wanyan Kang menuang arak dan mengangkat cawannya. Dengan sikap hormat ia memberikan cawan itu kepada Wang Chuyi. Ia berkata, “Qianbei, tolong terima cawan ini dulu. Untuk masalah tersebut, pasti akan diurus menurut petunjuk dari Qianbei, wanbei tidak berani membantah.”

Wang Chuyi tercengang mendengar dia menyerah dengan begitu mudah. Ia mengambil cawan dan menghabiskan isinya dalam sekali teguk. “Baik,” katanya. “Mari kita undang Mu Xiansheng dan kita persilakan dia bicara.”

“Seseorang harus membawanya datang,” kata Wanyan Kang. “Boleh aku minta Kakak Guo untuk menyelesaikan tugas mengundang Mu Xiansheng kemari?” Wang Chuyi mengangguk.

Guo Jing segera meninggalkan perjamuan itu dan pergi ke Penginapan Keberuntungan. Tapi ternyata ruangan Mu Yi kosong, ayah dan anak itu sudah pergi, dengan membawa semua barang-barang mereka. Ketika ditanya, pelayan di penginapan itu menjawab bahwa ada orang yang datang mencari mereka, dan membayar semua sewa kamar berikut harga makanan mereka, tetapi ia tidak dapat mengatakan siapa orang itu. Guo Jing buru-buru kembali ke tempat kediaman Pangeran Zhao, di mana Wanyan Kang menyambutnya dengan senyum lebar. “Kakak Guo, terima kasih untuk semua jerih payahnya. Mana Mu Xiansheng?” Guo Jing mengatakan bahwa ia sudah mencarinya dengan sia-sia. “Ah, ini semua salahku,” kata Wanyan Kang sambil menghela nafas. Ia berpaling kepada salah seorang pelayannya dan memberi perintah, “Bawa beberapa orang untuk mencari ke semua arah. Kita harus segera menemukan Mu Xiansheng!” Pelayan itu mengangguk patuh dan melangkah pergi.

Tanpa kehadiran tokoh utama dalam masalah itu, maka mereka tidak mungkin melanjutkan pembicaraan. Wang Chuyi tidak bisa mengatakan apa-apa, tetapi kepalanya penuh kecurigaan. “Untuk mengundang Mu Xiansheng,” katanya kepada diri sendiri. “satu atau dua orang pelayan sudah cukup. Tapi bajingan cilik ini sengaja meminta Guo Jing, supaya ia melihat sendiri bahwa keluarga Mu memang sudah pergi, dan memberikan kesaksian mengenai hal itu.”

“Tidak jadi soal kalau ada kejadian misterius,” sindirnya. “Akhirnya kebenaran pasti akan menang.”

“Dao Zhang yakin bahwa Mu Xiansheng melakukan sesuatu yang misterius?” sahut Wanyan Kang sambil tertawa. “Itu aneh sekali.”

Si pejabat, Tang Zude, sudah cukup kesal melihat betapa mudahnya Wang Chuyi meraup uang sejumlah seribu tail perak. Ia sekarang merasa bahwa sikap Wang Chuyi yang kurang ajar terhadap Wanyan Kang sungguh-sungguh tidak dapat ditolerir. Ia melampiaskan amarahnya. “Dao Zhang, dari kuil mana asalmu? Apa hakmu untuk minta uang kepada majikan kami?”

“Pak Pejabat,” balas Wang Chuyi. “Dari negara mana asalmu? Apa hakmu untuk bekerja sebagai pejabat di sini?” Ia melihat bahwa Tang Zude adalah seorang Song, tetapi bekerja sebagai pejabat di dalam pasukan Jin. Ia menarik keuntungan dengan jalan menekan sesamanya. Ini alasannya ia mempermainkan Tang Zude. Satu hal yang paling dibenci oleh Tang Zude adalah kalau seseorang mengatakan bahwa ia adalah seorang Song. Ia memandang dirinya sebagai seorang yang berilmu tinggi, setia, dan bersedia mengorbankan nyawanya untuk Kekaisaran Jin, kendatipun begitu mereka masih belum juga memberinya tugas untuk memimpin pasukan. Ia sudah bekerja keras selama dua puluh tahun, tetapi sengaja disimpan di kediaman Pangeran Zhao ini sekedar untuk pamer. Komentar Wang Chuyi menyentuh sebuah titik yang sangat peka, mukanya langsung berubah, dan ia berteriak dengan marah. Ia bangkit berdiri, membelakangi Liang Ziweng dan Ouyang Ke, dan melayangkan tinjunya ke arah muka Wang Chuyi.

Yang terakhir itu melihat sekilas datangnya kepalan ke arahnya, menjulurkan dua jari dari tangan kirinya dan mencekal pergelangan tangan Tang Zude, sambil tertawa, “Meskipun tidak mau menjawab, tidak perlu membalas dengan kekerasan, kan?”

Kepalan Tang Zude terhenti di udara dan tidak bisa digerakkan. Ia terkejut, tetapi marah, dan memaki, “Ilmu sihir hebat, kau memakai ilmu sihir!” Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk melepaskan kepalannya, tapi ternyata tidak bisa. Ia merasa sangat malu.

Liang Ziweng yang duduk di sebelahnya tertawa, “Jendral, jangan takut, silakan duduk dan minum secawan arak dulu.” Seiring dengan ucapannya, ia mengulurkan jarinya ke arah bahu kiri Tang Zude.

Wang Chuyi sepenuhnya sadar bahwa meskipun kedua jarinya bisa menahan kepalan Tang Zude, tapi tidak akan bisa menghentikan gerakan Liang Ziweng. Ia melepaskan pergelangan tangan Tang Zude dan mengincar bahu kanan Tang Zude dengan sebuah jari. Dengan perubahan gerak yang cepat itu, Liang Ziweng tidak mampu mempertahankan dirinya dan dua jari menekan kedua bahu Tang Zude pada saat yang bersamaan. Sungguh suatu kehormatan bagi Tang Zude bahwa ada dua pesilat tangguh menjebaknya pada saat yang bersamaan. Kedua tangannya bergerak ke depan tanpa bisa dikendalikan. Diiringi dua suara benturan, tinju kirinya masuk ke dalam sebuah piring berisi sisa ikan, dan tinju kanannya memasuki sebuah mangkuk berisi sup asam yang masih panas. Kedua piring hidangan itu pecah berkeping-keping. Tulang ikan berikut duri-duri kecilnya yang tajam menusuk tangan Tang Zude, membuat sisa sup itu bercampur darah, dan membuatnya menjerit kesakitan.

Semua orang tertawa keras-keras dan segera minggir. Tang Zude, pada saat itu sangat marah dan malu, tertatih-tatih berjalan keluar ruangan. Para pelayan, sambil menahan tawa, maju untuk merapikan semua kekacauan itu. Sha Tongtian berkata, “Perguruan Quanzhen sungguh-sungguh pantas menyandang nama besarnya! Harap Wang Dao Zhang memberikan sedikit pencerahan untuk sebuah urusan.”

Wang Chuyi berkata, “Tidak sebesar itu, silakan tanya, Ketua Sha.”

Sha Tongtian menjawab, “Kelompok Sungai Kuning dan Perguruan Quanzhen sejak dulu hidup dalam damai. Kenapa Dao Zhang mempersulit kami dengan mendukung Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan? Perguruan Quanzhen bisa jadi punya banyak murid, tapi kami tidak takut.”

Wang Chuyi menjawab, “Kurasa ada sedikit kesalahpahaman. Aku sudah mendengar tentang Tujuh Orang Aneh dari Jiangnan, tapi aku tidak pernah mengenal satu pun dari mereka. Aku punya seorang kakak seperguruan yang bertaruh dengan mereka. Tapi aku tidak pernah punya rencana untuk membantu Yujuh Orang Aneh dari Jiangnan melawan Kelompok Sungai Kuning.”

“Itu bagus!” seru Sha Tongtian. “Kalau begitu serahkan bajingan ini kepadaku.” Sambil bicara ia mengukurkan tangan untuk menyambar tenggorokan Guo Jing.

Wang Chuyi tahu bahwa Guo Jing tidak mampu menghindari sambaran itu dan akan terluka. Ia mengulurkan tangannya untuk endorong bahu Guo Jing dengan lembut. Guo Jing terjatuh dari kursinya tak terkendali dan terdengar suara keras ketika kelima jari Sha Tongtian berubah arah menuju ke lantai, sedangkan sandaran kursinya patah. Jurus yang digunakan oleh Sha Tongtian itu sebenarnya jarang terlihat di dunia persilatan, tetapi kekuatan cakarnya mampu menghancurkan kayu seperti meremas kembang tahu.

Sha Tongtian yang gagal menangkap Guo Jing bertanya dengan marah, “Jadi kau mau melindungi bajingan ini?”

Wang Chuyi menjawab, “Aku yang membawa anak ini datang, jadi sewajarnya aku juga harus membawanya keluar dengan aman. Kenapa Sha Xiong tidak membiarkan dia bebas hari ini, dan mencarinya lagi lain waktu?”

Ouyang Ke angkat bicara, “Anak muda ini menyinggung Sha Xiong, bagaimana kalau kita bicarakan dulu masalah ini baik-baik?”

Sha Tongtian berpikir, “Kungfu Pendeta Tao ini tidak di bawahku. Adik seperguruanku dan aku belum tentu bisa menahan bocah tengik itu. Si Ouyang Ke ini punya kungfu bagus dan aku tidak jelas mengenai asal-usulnya, kalau dia sampai bergabung dengan si tolol itu, maka segalanya akan kacau.” Lalu ia berkata, “Aku punya empat orang murid yang mengikuti Pangeran Zhao ke Mongolia membawa sebuah misi besar. Mereka sudah hampir berhasil waktu berandalan ini, yang bermarga Guo, muncul dan mengacaukan semuanya, membuat Pangeran Zhao sangat marah. Saudara-saudara, coba pikir, kalau kita bahkan tidak mampu mengatasi berandalan kecil begini, mana bisa kita menerima undangan untuk makan dan minum di kediaman Pangeran Zhao?”

Meskipun Sha Tongtian punya perangai buruk dan kasar, tapi ia tidak bodoh. Dengan pidato itu, Guo Jing dengan segera menjadi pusat kecurigaan. Kecuali Wang Chuyi dan Guo Jing, semua orang lainnya hadir di situ atas undangan Pangeran Zhao. Wanyan Kang adalah putra sulung Pangeran Zhao. Setelah mendengar apa yang dikatakan oleh Sha Tongtian, ia juga menjadi agak kurang senang. Jadi semua orang yang hadir di situ memutuskan untuk menangkap Guo Jing dan menyerahkannya kepada Pangeran Zhao.

Dalam hati Wang Chuyi merasa cemas dan memikirkan cara untuk lolos, tapi terlalu banyak lawan kuat hadir di situ, sehingga tidak mungkin bagi mereka untuk melarikan diri. Sebetulnya ia berpikir, bahwa karena Wanyan Kang adalah murid kakak seperguruannya, dan meskipun ia seorang Jin, ia tidak akan berani menyerang adik seperguruan gurunya. Tapi ia sama sekali tidak menduga bahwa Wanyan Kang begitu arogan, dan malah menjebak mereka dengan bantuan para ahli silat kelas satu. Kalau tahu bakal terjadi seperti ini, tentu ia tidak akan bersikap kasar. Dan seharusnya ia tidak membawa Guo Jing meskipun ia belum tahu. Kalau ia mau meninggalkan tempat ini, tidak ada orang yang punya cukup alasan untuk mencegahnya, tetapi akan sangat sulit kalau ia ingin membawa Guo Jing pergi. Ia berpikir, “Dalam situasi seperti ini, langkah terbaik adalah mengulur waktu.” Lalu ia berkata, “Setiap orang dari kalian jelas berilmu tinggi dan punya nama besar. Aku sangat menghormati kalian semua. Bisa bertemu dengan kalian hari ini adalah sebuah kehormatan.” Ia menunjuk ke arah Guo Jing. “Anak ini tidak menyadari betapa seriusnya masalah yang ditimbulkannya bagi kalian semua pada saat ia menyinggung Ketua Sha. Kalau kalian ingin dia tinggal, aku tidak punya kekuatan untuk menghentikan kalian. Tapi biarpun begitu, aku juga tidak bisa menyetujuinya. Jadi, aku memberanikan diri untuk meminta kesediaan kalian untuk menunjukkan ketangguhan kungfu masing-masing kepada Guo Jing, jadi ia tahu bahwa aku bukannya tidak mau bertarung, tapi karena aku memang tidak mampu membantunya.”

Hou Tonghai sudah lama menahan rasa bosannya dan segera melompat dari kursinya, sambil merapikan lengan bajunya, “Biar aku yang pertama menguji kemampuanmu.”

Wang Chuyi menjawab, “Kemampuanku yang dangkal ini tidak berharga untuk bergebrak dengan semua orang yang hadir di sini. Kuharap ilmu Saudara Hou yang tinggi akan mengesankan dan memberi pelajaran kepada berandalan kecil ini, supaya lain kali dia tidak berani terlalu sombong.” Hou Tonghai merasa bahwa ada semacam sindiran di balik kata-kata itu, tapi ia tidak tahu apa itu, dan tidak yakin bagaimana harus menjawab.

Sha Tongtian berpikir, “Sulit sekali melawan para pendeta dari Quanzhen. Bagus juga aku tidak harus melakukannya.” Ia berpaling kepada Hou Tonghai, “Shi Di, kenapa tidak kau tunjukkan ilmu ‘Mengubur Orang Dalam Salju’ kepada Wang Dao Zhang.”

Hujan salju di luar tidak berhenti. Hou Tonghai melesat ke tengat-tengah lapangan dan menyapu dengan kedua tangannya, mengumpulkan salju sampai membentuk sebuah tumpukan besar di depannya. Ia menggunakan kakinya untuk merapikan tumpukan itu, mundur tiga langkah lalu berjungkir balik, menyanggah tubuh dengan kepalanya. Lalu ia mendorong tubuhnya ke depan dan mendarat di tengah-tengah tumpukan salju itu. Salju tidak sampai ke dadanya. Guo Jing menggaruk kepalanya dengan bingung ketika melihat hal ini, karena kepala Hou Tonghai berada di dalam tumpukan salju, tidak bergerak.

Sha Tongtian berpaling kepada Wanyan Kang dan lainnya, lalu berkata, “Semuanya, tolong tendang semua salju yang tersisa ke atas tumpukan itu, di tempat kepala adik seperguruanku berada.” Para penonton sangat penasaran dan sambil tertawa mereka menendangi salju, membuat tumpukan itu semakin dalam. Sha Tongtian dan Hou Tonghai secara berkala berlatih di Sungai Kuning, karena itu kemampuan mereka di dalam air sangat bagus. Semua orang yang melatih keterampilan di dalam air pasti memusatkan perhatian pada cara mengatur pernafasan selama di bawah permukaan air, dan Hou Tonghai mampu mengubur kepalanya di dalam salju tanpa bernafas, lalu menggunakan kungfunya untuk terbang keluar setelah agak lama. Para penonton mengangkat cawan araknya masing-masing untuk memuji kebolehannya. Setelah beberapa saat, akhirnya Hou Tonghai menggunakan kedua telapak tangannya untuk menyapu kepalanya keluar dari salju dan membalikkan tubuhnya kembali ke posisi normal. Guo Jing sebagai anak muda yang kurang pengalaman, menjadi orang pertama yang bertepuk tangan.

Tapi Hou Tonghai hanya kembali ke tempat duduknya dan minum secawan arak, lalu menatap Guo Jing dengan pandangan mengancam.

Guo Jing melihat sisa-sisa salju di atas kepala Hou Tonghai dan tidak bisa menahan dirinya, ia berkata, “Hou San Xia, ada salju di kepalamu.” Hou Tonghai dengan marah membalas, “Aku dikenal sebagai ‘Naga Berkepala Tiga’, tapi aku bukan ada di urutan ketiga, kenapa memanggilku San Xia? Sekalipun aku Si Xia (Pendekar Keempat), juga bukan urusanmu! Masa aku tidak tahu kalau di kepalaku ada saljunya? Aku baru mau menghapusnya, tapi karena kau bilang begitu, aku justru sengaja tidak mau membuangnya!” Temperatur ruangan itu yang hangat membuat salju di atas kepalanya mulai meleleh, dan air mengalir membasahi kepala Hou Tonghai. Tapi karena ia sangat keras kepala dan ingin melaksanakan ucapannya, maka ia juga tidak berusaha menghapus air yang mengalir ke wajahnya.

Sha Tongtian berkata, “Kungfu adik seperguruanku kasar dan canggung, tolong maafkan dia.” Sambil bicara ia mengulurkan tangannya ke dalam sebuah piring, mengambil beberapa butir biji melon, dan menembakkan semua biji itu dalam sebuah garis lurus dengan jentikan jarinya. Biji-biji melon itu terbenam ke dalam tumpukan salju yang dibuat oleh Hou Tonghai beberapa saat sebelumnya, dan membentuk karakter ‘Huang’ (Kuning). Tumpukan salju itu cukup jauh dari tempat duduk Sha Tongtian, tetapi ia tetap mampu membentuk karakter tersebut dengan rapi menggunakan biji-biji melon. Ketajaman mata dan ketepatannya sungguh mengagumkan.

Wang Chuyi berpikir, “Tidak heran Raja Naga dari Kelompok Iblis menguasai daerah sekitar Sungai Kuning, kemampuannya memang sungguh spektakuler.” Ketika memalingkan mukanya lagi, ia melihat bahwa tumpukan salju itu sudah menerima kiriman biji melon lagi, yang membentuk karakter ‘He’ (Sungai) dan ‘Jiu’ (Sembilan). Kelihatannya Sha Tongtian ingin membuat empat kata, yaitu ‘Huang He Jiu Qu’ (Sembilan Lagu dari Sungai Kuning).

Peng Lianhu tertawa, “Sha Xiong, aku sungguh mengagumi ilmu jarimu. Ayo kita buat perjanjian kecil, karena Wang Dao Zhang ingin mempelajari ilmu kita, aku akan meminjam kungfu jari Sha Xiong untuk memamerkan beberapa hal punyaku sendiri.” Detik berikutnya, ia melontarkan tubuhnya ke depan dan mendarat di dekat pintu. Pada saat itu Sha Tongtian sudah menembakkan biji-biji melon berikutnya untuk membentuk karakter terakhir, yaitu ‘Qu’ (Lagu). Peng Lianhu tiba-tiba mengulurkan kedua tangannya untuk menangkap biji-biji melon itu. tampak seolah-olah ia sedang memunguti semua biji itu di tengah udara. Biji-biji melon itu sangat kecil, dan meluncur dengan sangat cepat, tetapi Peng Lianhu tidak kehilangan sebutir pun, dan ia mengumpulkan semuanya di dalam genggamannya.

Para penonton bersorak memuji dan Peng Lianhu kembali ke tempat duduknya dengan sebuah senyuman. Baru pada saat itu Sha Tongtian berhasil menyelesaikan karakter ‘Qu’ yang sempat tertunda. Apa yang dipamerkan oleh Peng Lianhu memang mencuri beberapa bahan dari Sha Tongtian, tetapi keduanya sangat dekat dan Sha Tongtian tidak marah, bahkan ia tersenyum ringan. Ia berpaling kepada Ouyang Ke dan bertanya, “Apa yang ingin
Ouyang Gong Zhi tampilkan untuk mencerahkan kami yang kurang pengalaman ini?”

Ouyang Ke mendengar sindiran di dalam kalimat Sha Tongtian dan tahu bahwa ia masih kesal karena diinterupsi dalam gebrakan pertama melawan Wang Chuyi. Ia berpikir keras tentang apa yang harus dipamerkannya untuk membuat Sha Tongtian terkesan. Saat itu para pelayan membawa masuk empat macam hidangan penutup dan mengganti sumpit mereka dengan yang baru dan bersih. Ouyang Ke mengambil semua sumpit kotor dan menggerakkan tangannya, yang membawa kedua puluh sumpit itu terbang secara bersamaan ke arah tumpukan salju, dan terbenam di atasnya dengan susunan yang membentuk empat kelopak bunga. Melemparkan sumpit dan menancapkannya di atas salju adalah permainan anak-anak, tetapi membentuk gambar empat kelopak bunga dengan menggunakan dua puluh batang sumpit adalah jauh lebih sulit. Keterampilan ini sangat dalam dan kompleks, sedemikian rupa sehingga baik Guo Jing maupun Wanyan Kang tidak mampu memahami cara kerjanya. Tetapi orang semacam Sha Tongtian dan Wang Chuyi diam-diam memuji aksi itu.

Dengan mempertimbangkan kehadiran sejumlah besar ahli silat, Wang Chuyi berpikir, “Salah seorang dari mereka saja sudah merepotkan, dan ternyata jumlahnya begitu banyak yang berkumpul di sini. Mengapa? Bahkan orang semacam Ketua Muda dari Gunung Onta Putih, Ling Zhi, dan juga Dewa Ginseng, yang bukan berasal dari wilayah pusat. Pasti ada rencana berbahaya di sini!”

Si Dewa Ginseng, Liang Ziweng, tertawa sambil bangkit berdiri dan memberi salam kepada semua orang. Ia menuju ke tengah-tengah lapangan dengan langkah ringan. Ia melangkahkan kaki kanannya, yang mendarat dengan ringan di atas sumpit-sumpit yang ditancapkan Ouyang Ke di atas salju. Lalu ia mulai memamerkan serangkaian gerakan menggunakan kedua kakinya. Kakinya seperti sedang melompat, di lain saat seolah melayang. Setiap langkahnya selalu berakhir di atas sumpit. Ketika ia menyelesaikan rangkaian demonstrasi itu, kedua puluh batang sumpit itu masih tertancap di tempatnya dengan rapi. Liang Ziweng kembali ke tempat duduknya dengan senyum puas di wajahnya. Ruangan itu hampir meledak oleh sorak-sorai, dan bahkan Guo Jing juga ikut memujinya. Saat itu perjamuan berakhir, dan para pelayan membawa baskom berwarna emas berisi air hangat untuk para tamu, yang digunakan untuk sekedar membersihkan diri.

Wang Chuyi berpikir, “Sekarang giliran Ling Zhi, Si Biksu Tibet, untuk memamerkan kungfunya, sebelum mereka semua menyerang.” Wang Chuyi melirik sekilas ke arah biksu itu, yang ternyata masih mencelupkan tangannya di dalam baskom berisi air hangat dengan santai, tanpa mempedulikan segala hal lain. Ketika semua orang selesai, tangannya masih tetap terendam di dalam baskom berisi air itu, seolah sedang memikirkan sesuatu. Semua orang jadi penasaran, dan tak lama kemudian, aliran air mulai meluap dari dalam baskomnya. Baskom itu bersuara tepat sebelum gelembung-gelembung udara naik ke permukaan air di dalamnya seolah air itu mendidih. Wang Chuyi diampdiam merasa gelisah, “Tenaga dalamnya sangat kuat! Aku harus mengambil resiko dan menyerang lebih dahulu!”

Karena semua perhatian tertuju kepada Ling Zhi, Wang Chuyi berpikir, “Aku harus melakukan serangan mendadak.” Tiba-tiba ia terbang ke depan dengan kecepatan tinggi, menangkap dan menarik Wanyan Kang menggunakan tangan kanannya, lalu menotok jalan darahnya. Sha Tongtian dan semua orang lain sangat terkejut dan tidak tahu bagaimana harus bereaksi.

Wang Chuyi mengambil sebotol arak dengan tangan kirinya dan berkata, “Bisa bertemu dengan begitu banyak pendekar hari ini adalah sebuah kehormatan, aku bersulang untuk semuanya.” Ia minum dari botol itu dengan tegukan besar, lalu menyemprotkan arak dari mulutnya, yang mendarat di cawan masing-masing orang. Entah cawan itu dekat atau jauh dari posisinya berdiri, atau cawan tersebut semula penuh atau tinggal sedikit, arak mendarat secara akurat di dalam cawan. Semua cawan mendapat arak dengan takaran yang sama, tanpa setetespun tumpah. Dari cara Wang Chuyi menyemprotkan arak, Ling Zhi tahu bahwa ia memiliki tenaga dalam yang sangat kuat. Dana lagi, ia mampu memegang botol arak di satu tangan, sementara tangan lain mencengkeram Wanyan Kang. Meskipun mereka semua tahu bahwa mereka bisa saja menyerang Wang Chuyi saat itu, tetapi tak seorang pun berani melakukannya, karena takut Wanyan Kang akan terluka. Wang Chuyi menuangkan arak bagi dirinya sendiri dan Guo Jing, lalu mengangkat cawannya, dan berkata dengan tenang, “Aku tidak punya permusuhan dengan siapa pun juga, dan tidak punya ikatan tertentu dengan adik Guo ini, tetapi melihat semua perhatian dan jerih payahnya, tindakannya sangat gagah dan juga beralasan. Aku ingin memohon kepada semua yang hadir di sini untuk melepaskan dia dengan memandang mukaku.”

Semua orang diam. Wang Chuyi melanjutkan, “Kalau semua orang berbelas kasihan, maka aku juga akan melepaskan Pangeran Muda ini. Seorang keturunan bangsawan ditukar dengan rakyat jelata, rasanya cukup adil, kan?”

Liang Ziweng tertawa, “Karena Wang Dao Zhang begitu adil, baiklah kami setuju.” Tanpa ragu sedetikpun, Wang Chuyi melepaskan Wanyan Kang. Wang Chuyi tahu meskipun semua orang ini dikenal luas karena tindakan mereka yang kejam, berdarah dingin, sesat dan punya berbagai akal bulus, tetapi mereka tidak akan berani melanggar janji dan menyerang di depan sesama anggota dunia persilatan, karena takut merusak reputasi mereka sendiri.

Wang Chuyi memegang tangan Guo Jing dan berkata, “Aku mengucapkan selamat berpisah, semoga kita bertemu lagi lain kali.” Mereka semua tidak bisa menghentikannya, dan hanya bisa mengawasi cara mereka meloloskan diri dari jebakan, menghela nafas dan kelihatan tertekan.

Wanyan Kang mulai pulih dari kagetnya dan tertawa, “Wang Dao Zhang sungguh hebat, silakan mampir lagi lain kalau punya waktu, supaya aku bisa belajar dari Dao Zhang.”

Wang Chuyi mendengus, “Urusan kita belum selesai, jadi kita pasti akan ketemu lagi.”

Mereka berjalan ke arah pintu. Tiba-tiba Ling Zhi berkata, “Kungfu Dao Zhang sungguh luar biasa, aku sangat kagum.” Ia merangkapkan kedua tangannya dengan sikap doa dan membungkuk. Mendadak ia mendorong dengan kedua telapak tangannya, mengerahkan seluruh tenaganya ke depan.

Wang Chuyi juga mendorong dengan kedua telapak tangannya untuk bertahan, menggunakan tenaga dalamnya untuk menyambut pukulan Ling Zhi. Tepat pada saat telapak tangan keduanya bertemu, Ling Zhi mendadak beralih dari tenaga dalam dan memakai tenaga luar, dan menggunakan tangan kirinya untuk mencekal pergelangan tangan Wang Zhuyi. Wang Chuyi breaksi dengan cepat dengan mencekal pergelangan tangan lawannya. Kedua belah pihak sama-sama menggunakan kekuatan penuh, dan kedua pergelangan tangan mereka sempat bertemu sebelum akhirnya berpisah.

Muka Ling Zhi tampak pucat, ia memaksa dirinya berkata, “Aku sangat mengagumi kemampuan Dao Zhang.”

Sebelum mundur, Wang Chuyi tertawa, “Biksu Ketua sangat terkenal di dunia persilatan, mengapa tidak menepati janji?”

Si Kebajikan Tertinggi, Ling Zhi, sangat gusar, ia meludah. “Aku ingin menahanmu, bukan berandalan Guo itu…” Ia sudah terkena pukulan Wang Chuyi dan terluka, dan berusaha duduk tenang untuk memulihkan diri, ini tidak bakalan jadi ancaman serius. Tapi karena dicemooh oleh Wang Chuyi, ia marah dan sebelum sempat menyelesaikan kalimatnya ia muntah darah. Wang Chuyi tidak berani tinggal lebih lama, dan memegang tangan Guo Jing untuk segera keluar dari situ. Sha Tongtian, Peng Lianhu, dan semuanya tidak mau melanggar janji mereka, dan melihat bahwa Ling Zhi sangat menderita, mereka juga tidak berusaha untuk menghentikan langkah kedua orang itu.

Wang Chuyi melangkah dengan cepat dan setelah mereka agak jauh dari kediaman Pangeran Zhao, ia berpaling untuk memeriksa apakah ada orang yang mengejar mereka. Ketika ia yakin tidak ada seorang pun, ia berkata pelan kepada Guo Jing, “Cepat, bawa aku ke penginapan.”

Mendengar suaranya yang lemah, Guo jing sangat terkejut, ia mengamati baik-baik wajah Wang Chuyi yang pucat. Ia terlihat sakit. Sangat jauh bedanya dengan Wang Chuyi yang cepat dan gesit sebelumnya. Guo Jing buru-buru bertanya, “Wang Dao Zhang, kau terluka?”

Wang Chuyi mengangguk dan tidak dapat menjaga keseimbangan tubuhnya dengan baik. Guo Jing segera merendahkan punggungnya dan menggendong Wang Chuyi, buru-buru mencari penginapan besar. Ia baru hendak melangkah masuk, ketika Wang Chuyi berbisik, “Cari… coba cari penginapan… yang paling terpencil… paling kecil…”

Guo Jing berpikir sejenak dan memahami bahwa Wang Chuyi kuatir musuh akan mencari mereka. Kalau mereka bertemu lawan pada saat Wang Chuyi terluka dan dengan kungfunya sendiri yang lemah, mereka pasti akan kalah. Dengan pikiran itu, Guo Jing merendahkan kepalanya dan mulai berlari kencang untuk mencari penginapan yang lebih sesuai. Guo Jing tidak kenal jalan di kota itu dan menuju ke jalan yang sepi pengunjung. Makin jauh ia berlari, makin terpencil jalanan itu. Ia merasa nafas Wang Chuyi makin melemah, sebelum akhirnya ia berhasil menemukan sebuah penginapan kecil. Penginapan itu kecil dan terlihat kumuh, tetapi karena takut akan keselamatan Wang Chuyi, ia segera masuk dan menurunkan Wang Chuyi.

Wang Chuyi berkata, “Cari sebuah bak air… air bersih dan segar.. cepat… cepat…”

Guo Jing bertanya, “Ada yang lainnya lagi?”

Wang Chuyi tetap diam dan hanya melambaikan tangannya supaya Guo Jing bergerak cepat. Guo Jing buru-buru keluar dari kamar dan minta bantuan pelayan untuk menyiapkan air. Ia memberi uang kepada pelayan itu, dan juga memberinya tip.

Sejak Gou Jing datang ke wilayah pusat, ia mulai belajar tentang pentingnya menyogok. Si pelayan penginapan sangat senang dan dengan cepat mengambil bak air yang besar dan mengisinya dengan air bersih. Guo Jing kembali untuk memberitahu Wang Chuyi bahwa airnya sudah siap. Wang Chuyi menyahut, “Anak baik… sekarang tolong masukkan aku ke dalam air… jangan sampai ada orang yang masuk…”

Guo Jing tidak mengerti kenapa Wang Chuyi menyuruhnya menyiapkan semua itu, tetapi ia melaksanakan tepat seperti yang diinginkan Wang Chuyi. Air itu menutupi seluruh tubuh Wang Chuyi, kecuali kepalanya. Guo Jing memerintahkan kepada pelayan penginapan untuk melarang semua orang masuk. Wang Chuyi duduk diam dengan mata terpejam dan menarik nafas dalam-dalam. Setelah beberapa saat, air itu berubah menjadi hitam, dan pipi Wang Chuyi mulai kembali merona. Wang Chuyi berkata kepada Guo Jing, “Bantu aku keluar dan ganti air ini.”

Guo Jing mengganti air di dalam bak itu dan membantu Wang Chuyi masuk ke dalamnya lagi. Perlu waktu sebentar sebelum ia menyadari bahwa Wang Chuyi menggunakan tenaga dalamnya untuk memaksa racun di dalam tubuhnya keluar, dan mengambang di atas permukaan air. Guo Jing mengganti air empat kali sebelum semua racun berhasil dipaksa keluar dari tubuh Wang Chuyi, dan air itu tetap jernih.

Akhirnya Wang Chuyi tersenyum dan berkata, “Sekarang sudah tidak apa-apa.” Ia keluar dari dalam bak itu dan menghela nafas. “Lama (biksu Tibet) itu punya kungfu maut.” Guo Jing sangat lega dan bertanya apakah ada racun di telapak tangan Si Lama. Wang Chuyi menjawab, “Ya, aku pernah beberapa kali melihat ‘Telapak Pasir Beracun’, tapi yang satu ini adalah yang paling kuat. Aku hampir kehilangan nyawa.”

Guo Jing menjawab, “Untungnya sekarang Dao Zhang sudah tidak apa-apa. Mau makan apa? Biar kusuruh pelayan membeli makanan.” Wang Chuyi menyuruh Guo Jing meminjam peralatan tulis, lalu menuliskan daftar bahan obat-obatan.

Wang Chuyi menjelaskan, “Meskipun sekarang nyawaku sudah tidak terancam, tetapi masih ada sisa racun di organ dalam tubuhku yang tidak sepenuhnya bisa dibersihkan. Kalau aku tidak membersihkan sisa racun ini, maka dalam tempo dua puluh empat jam, aku akan cacat seumur hidup.”

Guo Jing mengambil daftar itu dan buru-buru keluar. Ia melihat ada sebuah toko obat di dekat penginapan itu, dan segera minta bahan-bahan yang tertulis di dalam daftar. Si pemilik toko memeriksa persediaannya, dan kembali dengan tangan kosong dan berkata, “Maaf, kau datang pada saat yang salah, semua bahan itu sudah habis.”

Guo Jing tidak menunggu sampai kalimatnya selesai, dan buru-buru menuju ke toko lain. Dan ia terkejut karena toko kedua itu juga tidak punya bahan-bahan yang diinginkan. Hasil yang sama didapat dari delapan toko lain yang bisa ditemukannya di sekitar penginapan itu. Guo Jing sangat marah dan cemas, lalu ia berlari ke semua toko obat yang ada di kota itu, tetapi semuanya menjawab dengan kalimat serupa. Mereka punya stok sangat banyak untuk bahan-bahan yang tertulis di daftar itu, tapi semuanya sudah dibeli orang sebelum ia datang. Baru pada saat itu Guo Jing menyadari bahwa orang-orang dari kediaman Pangeran Zhao pasti menduga bahwa Wang Chuyi akan membutuhkan semua bahan itu untuk mengobati cederanya, dan dengan sengaja membeli semua stok yang ada.

Merasa kecewa, Guo Jing kembali ke penginapan dan memberitahu Wang Chuyi tentang semua itu. Yang terakhir itu menanggapi dengan helaan nafas dan juga terlihat kecewa. Guo Jing merasa sangat sedih sehingga ia menyandarkan diri ke atas meja dan menangis. Wang Chuyi tertawa, “Semua orang cepat atau lambat akan mati, kapan waktunya, itu terserah kepada Surga, dan kita tidak bisa bilang apa-apa. Lagipula, aku belum tentu mati, jadi kenapa harus menangis?” Ia kemudian mulai menyanyi.

Guo Jing menghapus air matanya dan merasa lebih baik. Wang Chuyi tertawa, lalu ia duduk tegak di atas pembaringan dan mulai menggunakan tenaga dalam untuk memulihkan diri.

Guo Jing tidak berani bersuara dan mengendap-endap keluar ruangan. Ia tiba-tiba berpikir, “Kalau aku buru-buru ke kota tetangga, mereka mungkin masih belum selesai memborong semua bahan obat dari situ.”

Dengan gembira ia siap-siap untuk berangkat, ketika dilihatnya pelayan kamar berlari ke arahnya membawa sepucuk surat. Di atas amplopnya tertulis, “Tolong baca sendiri, Guo Da Ge.”

Guo Jing merasa penasaran dan bertanya-tanya siapa penulis surat itu. Ia buru-buru merobek amplop dan membuka surat yang tertulis di atas selembar kertas putih. Di atasnya tertulis, ‘Aku harus menceritakan sesuatu yang sangat penting, akan menunggu di danau kecil di dekat sungai, yang jaraknya sekitar sepuluh li ke arah Barat.’ Di bagian bawah surat itu ada gambar seorang pengemis kecil yang sedang tertawa. Ini pasti Huang Rong.

Guo Jing berpikir sendiri, “Bagaimana dia tahu aku ada di sini?” dan berpaling kepada si pelayan penginapan, “Siapa yang mengirim surat ini?”

Si pelayan menjawab, “Dibawa oleh seorang warga biasa.”

Guo Jing kembali ke kamar dan melihat Wang Chuyi sedang meregangkan otot-ototnya. Ia berkata, “Wang Dao Zhang, aku pergi sebentar ke kota tetangga untuk beli obat.”

Wang Chuyi menjawab, “Aku juga sudah berpikir begitu, tapi mereka pasti juga sama, jadi tidak ada gunanya pergi.”

Guo Jing tidak mau menyerah dan bersikeras untuk mencoba, ia berpikir, “Adik Huang sangat cerdas, aku akan merundingkan masalah ini dulu dengan dia.” Ia berkata kepada Wang Chuyi, “Teman baikku ingin bertemu, aku akan kembali setelah itu.” Ia menunjukkan surat yang ditulis oleh Huang Rong kepada Wang Chuyi, yang berpikir sebentar dan bertanya bagaimana Guo Jing bertemu dengan anak itu.

Guo Jing meneruskan ceritanya kepada Wang Chuyi, yang berpikir, “Aku lihat sendiri bagaimana bocah itu mempermainkan Hou Tonghai. Kungfunya sangat aneh dan tidak umum…” Ia berpaling kepada Guo Jing dan berkata, “Kau harus berhati-hati, kungfu anak ini jauh lebih tinggi dibandingkan kau sendiri, dan kelihatannya agak sesat. Aku tidak bisa menebak asal-usulnya.”

Guo Jing menjawab, “Dia teman baruku, dan juga yang terbaik. Dia tidak bakalan mencelakai aku.”

Wang Chuyi menghela nafas, “Kau belum lama kenal dia, dari mana kau bisa yakin dia sungguh-sungguh temanmu yang terbaik? Dia mungkin saja kecil, tapi kalau dia mau menjebakmu, kau tidak akan bisa melawan.”

Guo Jing sama sekali tidak curiga kepada Huang Rong, dan berpikir, “Wang Dao Zhang bilang begitu karena dia belum kenal karakter Huang Xiongdi.” Dan sambil berpikir begitu ia mulai bersenandung untuk memuji Huang Rong tak henti-hentinya.

Wang Chuyi tertawa dan berkata, “Ya sudah, pergilah, kalian anak-anak muda harus ketemu bahaya supaya sungguh-sungguh belajar. Orang ini — melihat potongan tubuhnya dan suaranya — kelihatannya bukan — ah, kau tidak tahu ya?”

Wang Chuyi berhenti sampai di situ dan menggelengkan kepalanya. Guo Jing menyimpan daftar bahan obat di sakunya dan berlari keluar. Ketika ia sampai di luar kota, ia bisa melihat salju, tapi jalanan itu agak terpencil. Ia berjalan sekitar sepuluh meter ke Barat dan melihat bayangan air, sepertinya sebuah danau yang sangat kecil di tepi sungai. Cuaca saat itu tidak terlalu dingin, jadi danau itu tidak membeku. Kelopak-kelopak bunga yang diselimuti salju mengambang di atas air, dan di sebelah danau itu terdapat barisan pohon buah plum. Bunga pohon plum terlihat sangat indah di antara hamparan salju.

Guo Jing tidak melihat seorang pun, dan selama beberapa detik dalam kecemasan, ia berpikir, “Bagaimana kalau dia menunggu terlalu lama dan pergi?” dan mulai berteriak, “Huang Xiongdi, Huang Xiongdi!”

Tiba-tiba ia mendengar suara dan berpaling dengan tajam, hanya untuk menyadari bahwa itu hanya suara burung. Guo Jing sangat kecewa, dan memanggil lagi berkali-kali, sebelum berpikir, “Mungkin dia belum sampai, aku tunggu saja.” Duduk di tepi danau, Guo Jing berpikir tentang Huang Rong, dan kemudian tentang cedera Wang Chuyi, dan merasa tidak berselera untuk menikmati pemandangan. Lagipula, ia dibesarkan di Mongolia dan sudah terbiasa melihat salju, dan juga tidak terlalu peduli tentang perbedaan pemandangan alam antara Mongolia dan wilayah pusat. Ia menunggu lama, dan akhirnya mendengar suara berisik di antara pepohonan.

Merasa penasaran, ia berjalan ke arah sumber suara itu dan mendengar sebuah suara kasar yang mengatakan, “Kenapa masih juga berlagak paling tua, padahal kita semua, termasuk kau, buang-buang waktu sekarang?” Suara lain menjawab, “Sialan! Kalau bukan gara-gara pengecut seperti kau, pasti kita sudah menang kalau kita berempat mengeroyok orang itu.” Yang lain menjawab, “Apa bedanya? Kau sendiri malah tersandung waktu kabur.” Kedengarannya seperti suara Empat Iblis Sungai Kuning.

Guo Jing mengumpulkan keberaniannya dan masuk ke areal pepohonan, dan tidak menemukan seorang pun. Ia tiba-tiba mendengar suara, “Kalau kita bergebrak langsung, mana mungkin kita kalah? Tapi siapa sangka pengemis cilik itu punya terlalu banyak akal bulus…”

Guo Jing memandang ke atas dan melihat empat orang pria tergantung di atas pohon, terayun-ayun, tapi masih tak henti-hentinya saling berdebat. Ternyata memang Empat Iblis Sungai Kuning. Jantungnya melompat gembira, karena ia tahu Huang Rong pasti ada di sekitar situ, dan ia tertawa sambil bertanya, “Hei, kalian sedang latihan ilmu meringankan tubuh ya?”

Qian Qingjian menyahut marah, “Kata siapa kami sedang latihan? Kau tidak punya mata ya, apa tidak lihat kami digantung di sini?”

Guo Jing tertawa keras-keras, dan Qian Qingjian dengan emosi berusaha menggunakan kakinya untuk menendang Guo Jing, tapi mana mungkin, karena jarak di antara mereka sangat jauh.

Ma Qingxiong memaki, “Bangsat, kalau tidak pergi, kukencingi kau!”

Guo Jing tertawa sampai ia tidak bisa berdiri dan berkata, “Aku cuma perlu minggir, jadi tidak bakalan kena kencingmu.” Tiba-tiba terdengar suara tawa lembut dan Guo Jing berpaling, dan mendengar suara cipratan air dan sehelai daun melayang turun dari sebuah pohon. Lalu ia melihat seorang anak perempuan di bagian belakang sebuah perahu, sedang mendayung dengan santai. Rambutnya panjang melewati bahu, ia mengenakan setelan putih dari ujung kepala sampai ujung kaki, dan di rambutnya terselip sebuah jepit berwarna keemasan yang berkilau seperti api. Gui Jing berpikir bahwa dandanan anak perempuan itu mirip seorang peri dan ia tercengang. Perahu itu mendekat perlahan-lahan dan ia melihat bahwa anak perempuan itu bahkan belum genap berusia lima belas atau enam belas tahun. Kulitnya sangat halus dan seputih salju, dengan rona alamiah yang sangat indah di pipinya, kecantikannya sungguh-sungguh tak tertandingi. Guo Jing terpesona oleh kecantikannya dan mundur beberapa langkah sebelum memalingkan mukanya, tidak berani melihat ke arahnya.

Anak perempuan itu menambatkan perahunya dan memanggil, “Jing Gege (Kakak Jing), cepat sini!” Guo Jing terkejut, dan melihat ke sekelilingnya, tapi ia hanya menemukan gadis kecil itu, yang sedang tersenyum manis, jubahnya melayang-layang ditiup angin. Guo Jing merasa sedang bermimpi, ia mengusap-usap kedua matanya.

Anak perempuan itu cekikikan dan berkata, “Kau tidak mengenali aku ya?”

Guo Jing berpikir bahwa suaranya mirip dengan Huang Rong, tapi mana mungkin seorang pengemis cilik yang kotor itu bisa berubah menjadi seorang peri cantik? Ia tidak mempercayai matanya.

Ia mendengar suara dari Empat Iblis Sungai Kuning di belakangnya berseru, “Hei, Nona Cilik! Cepat potong tali-tali ini supaya kami bisa turun! Kalau kau mau membantu, aku akan memberimu seratus tail emas! Kami masing-masing akan memberi seratus tail emas, kau akan mendapat empat ratus tail. Kita bisa saja memberimu delapan ratus tail!”

Gadis kecil itu mengabaikan mereka dan tersenyum kepada Guo Jing, “Aku ini adikmu, Huang, kau sudah tidak peduli kepadaku ya?”

Guo Jing meneliti wajahnya dan melihat bahwa potongannya memang tepat sama seperti Huang Rong, dan tergagap, “Kau — kau…” ia hanya bisa mengatakan sepotong kata ‘kau’ dan berhenti.

Huang Rong tertawa kecil dan berkata, “Aku sebenarnya perempuan, siapa suruh kau panggil aku Huang Xiongdi? Ayo cepat naik.” Guo Jing merasa bahwa ia sedang bermimpi, ia maju mendekat, dan naik ke perahu. Di lain pihak, Keempat Iblis itu membuat suara berisik di belakangnya, dan menaikkan jumlah ‘hadiah’ mereka.

Huang Rong mendayung perahunya ke tengah danau, mengeluarkan makanan dan arak sambil cekikikan, “Jangan panggil aku Huang Meimei, panggil aku Rong’Er. Ayahku juga memanggilku seperti itu.”

Guo Jing tiba-tiba teringat sesuatu dan berkata, “Aku bawa beberapa potong kue untukmu.” Ia mengeluarkan kue-kue yang diberikan Wanyan Kang dari sakunya, Tapi karena ia harus menggendong Wang Chuyi, merawatnya dan lari kalang-kabut mencari obat, kue-kue itu sekarang sudah hancur menjadi potongan kecil-kecil.

Huang Rong melihatnya dan tertawa lembut. Muka Guo Jing memerah dan ia berkata, “Sudah tidak bisa dimakan sekarang.” Ia bermaksud membuang kue-kue itu ke dalam air, tetapi Huang Rong mengulurkan tangannya dan mengambil makanan itu, sambil berkata, “Aku suka makan ini.” Guo Jing terkejut, tetapi anak itu sudah memasukkan sepotong kecil kue ke dalam mulutnya dan mulai makan. Setelah melihatnya makan beberapa suap, matanya memerah dan air mata mulai turun dari situ, ia tidak memahami tindakan Huang Rong.

Huang Rong berkata, “Ibuku meninggal setelah aku lahir, dan tidak ada orang yang pernah mengingat apa yang kusukai dan kebiasaanku sebaik ini sebelumnya…” Lalu setitik air mata turun membasahi pipinya. Ia mengeluarkan selembar saputangan. Guo Jing mengira bawa ia ingin menghapus air matanya, tapi ternyata ia membungkus sisa kue dengan saputangan itu, lalu menyelipkannya di dalam saku jubahnya. Ia berpaling kepada Guo Jing dan berkata sambil tersenyum, “Nanti aku makan pelan-pelan.”

Guo Jing tidak banyak tahu tentang hubungan romantis, tapi ia merasa bahwa tingkah laku si ‘Huang Xiongdi’ ini agak istimewa dan unik. Ia bertanya, “Kau bilang ada hal penting, apa itu?”

Huang Rong tertawa cekikikan, “Aku mau bilang kalau aku ini Rong’Er, bukan ‘Huang Xiongdi’, masa itu tidak penting?”

Guo Jing tersenyum dan berkata, “Kau sangat cantik, kenapa menyamar jadi pengemis kecil?”

Huang Rong memalingkan kepalanya sedikit dan berkata, “Menurutmu aku cantik?”

Guo Jing menjawab, “Ya, sangat cantik, seperti peri di puncak gunung salju.”

Huang Rong tertawa dan berkata, “Kau pernah melihat peri?”

Guo Jing berkata, “Ya tidak pernah, kalau pernah, masa aku masih hidup?”

Huang Rong bertanya, “Kenapa?”

Guo Jing menjawab, “Orang-orang tua di Mongolia selalu bilang bahwa siapa yang melihat peri tidak akan mau kembali ke padang rumput lagi. Dia akan berdiri bingung dan mati beku dalam beberapa hari.”

Huang Rong tertawa dan berkata, “Dan kau bingung waktu melihat aku?”

Muka Guo Jing memerah, ia buru-buru menjawab, “Kita kan teman baik, itu lain.”

Huang Rong mengangguk dan berkata dengan serius, “Aku tahu kau dengan setulus hati peduli kepadaku, tidak peduli aku ini anak perempuan atau laki-laki, cantik atau jelek. Kalau aku berdandan seperti ini, sama sekali tidak heran kalau orang jadi baik kepadaku. Tapi kau baik kepadaku waktu aku menyamar jadi pengemis kecil, jadi kau memang sungguh baik kepadaku.” Sampai di sini, semangat Huang Rong menyala dan ia tersenyum, “Aku mau menyanyi untukmu, boleh?”

Guo Jing menjawab, “Bagaimana kalau besok saja, kita harus segera mencari obat untuk Wang Dao Zhang.” Lalu ia menceritakan kembali bagaimana Wang Chuyi sampai terluka dan smeua bahan obat-obatan yang diperlukan sudah dibeli oleh Wanyan Kang.

Huang Rong menjawab, “Ah, tidak heran kau lari pontang-panting keluar masuk toko-toko obat.”

Guo Jing berpikir, “Dia mengikuti aku, karena itu dia tahu di mana aku menginap.”

Ia berkata, “Huang Xiongdi, boleh aku pinjam kuda merahmu untuk mencari obat?”

Huang Rong berkata dengan serius, “Pertama, aku bukan ‘Huang Xiongdi’. Dua, kuda itu memang milikmu, kau pikir aku betul-betul mau mengambilnya ya? Aku cuma ingin mengujimu. Tiga, kau kemungkinan tidak bakalan bisa mendapatkan obat-obatan itu meskipun kau keliling ke kota-kota terdekat.”

Hearing what she said, Guo Jing felt anxious. Huang Rong smiled a little and said, “I am going to sing now, listen well.” Huang Rong gently turned her head, leaned to the edge of the boat, and then started singing in a crystal clear voice:

Mendengar ucapannya Guo Jing merasa cemas. Huang Rong tersenyum kecil dan berkata, “Aku mau menyanyi sekarang, dengar baik-baik.” Huang rong memalingkan kepalanya dengan lembut, ia bersandar ke ujung perahu dan mulai menyanyi dengan suara jernih.

Catatan

Syair berikut saya terjemahkan hampir secara literal dari terjemahan bahasa Inggris, yang tentu saja tidak mewakili keindahan syair aslinya. Pengetahuan saya mengenai sastra Tionghoa, apalagi yang kuno, sungguh-sungguh mendekati nol. Saya menerjemahkannya hanya untuk melengkapi cerita ini.


    "Angsa liar menembus tirai dingin membeku.
    Lembutnya salju membungkus rembulan pucat di bulan pertama.
    Air sungai mengalir bagaikan sisir di antara helai rambut pengantin.
    Berharap untuk menyimpan aroma harum bedak,
    memandang segala keindahan itu membuat orang sulit belajar.
    Otot yang lemah sehalus batu pualam,
    dibungkus lembar demi lembar sutra bersulam naga.
    Bersama angin Timur, senyum menawan, 
    puluhan ribu bunga tertunduk malu berharap untuk ditinggalkan."
    

Guo Jing mendengarkan setiap patah kata dengan teliti. Meskipun ia tidak mengerti artinya, suara Huang Rong lembut dan manis, sehingga ia merasa terbuai. Pemandangan alam yang indah memberinya perasaan hangat yang sebelumnya tidak pernah dirasakannya.

Huang Rong berkata setelah menyelesaikan nyanyiannya, “Lagu ini digubah oleh pejabat Xing, yang menggambarkan keindahan bunga-bunga plum, yang mekar setelah musim dingin. Bagus tidak?”

Guo Jing berkata, “Aku tidak mengerti tentang semua ini, tapi lagu itu kedengarannya sangat indah. Siapa itu pejabat Xing?”

Huang Rong menjawab, “Pejabat Xing adalah Xing Qiji. Kata ayahku ia adalah seorang pejabat baik yang sangat mencintai rakyat. Waktu bangsa Jin menaklukkan wilayah Utara, dan orang-orang jahat mencelakai Menteri Yue, pejabat Xing adalah satu-satunya orang yang tersisa, yang berjuang untuk mengembalikan tanah kita yang hilang.”

Meskipun Guo Jing sering mendengar dari ibunya mengenai kebrutalan bangsa Jin, dan bagaimana mereka membunuh banyak orang Song tanpa belas kasihan, dan sedikit banyak ia memang menyimpan kebencian terhadap bangsa Jin, tetapi bagaimana pun juga, ia dibesarkan di Mongolia dan tidak punya kebencian sampai sebesar itu terhadap bangsa Jin. Guo Jing menjawab, “Aku belum pernah datang ke wilayah pusat sebelumnya, kau harus menceritakan soal ini pelan-pelan lain kali. Tapi sekarang ini yang paling penting adalah menyelamatkan Wang Dao Zhang.”

Huang Rong berkata, “Dengarkan aku, kita main-main dulu sebentar, jangan terlalu kuatir.”

Guo Jing menjawab, “Wang Dao Zhang bilang kalau dia tidak segera minum obat, dalam waktu dua puluh empat jam dia akan lumpuh!”

Huang Rong menyahut, “Ya biarkan saja dia lumpuh. Lagipula, bukan kau atau aku yang bakal lumpuh, kan?”

Guo Jing tanpa sadar mengeluh, “Ah!” Lalu ia melompat dan berkata, “Ini… ini…” Mukanya berubah marah.

Huang Rong tertawa cekikikan, “Jangan kuatir, aku pastikan kau akan mendapatkan obat itu.”

Guo Jing mendengar nada bicaranya yang penuh percaya diri dan berpikir, “Dia jauh lebih pintar dari aku, dan lagi aku tidak punya ide apa-apa, jadi mungkin sebaiknya aku mendengarkan anjurannya.” Untuk saat itu ia tidak punya pilihan kecuali mengikuti saran Huang Rong. Mereka berdua tertawa terbahak-bahak ketika Huang Rong menceritakan bagaimana caranya ia menjebak Empat Iblis Sungai Kuning dan bagaimana ia menggoda Hou Tonghai. Kombinasi warna putih salju, air danau, dan bunga-bunga plum sangat indah. Huang Rong mengulurkan tangannya secara perlahan dan menempatkannya di tangan Guo Jing, dan berbisik, “Sekarang aku tidak takut apa-apa.”

Guo Jing bertanya, “Kenapa?”

Huang Rong menjawab, “Kalaupun ayahku tidak menginginkan aku lagi, kau ingin aku mengikutimu, kan?”

Guo Jing menjawab, “Tentu saja. Rong’Er, aku — aku suka — suka bersamamu.”

Huang Rong menyandarkan diri dengan lembut ke dadanya, dan Guo Jing mencium aroma yang manis menyelimuti tubuhnya, menyelimuti danau itu, dan menyelimuti dunia. Ia tidak tahu apakah itu aroma bunga plum ataukah aroma yang datang dari Huang Rong. Keduanya saling berpegangan tangan dalam diam. Setelah sangat, sangat lama, Huang Rong menghela nafas dan berkata, “Nyaman sekali di sini, sayangnya kita harus pergi.”

“Kenapa?” tanya Guo Jing.

Huang Rong berkata, “Kau tidak mau mengambil obat untuk menyelamatkan Wang Dao Zhang?”

Guo Jing sangat girang, “Ah, kita harus pergi kemana?”

Huang Rong bertanya, “Kemana larinya obat-obatan di semua toko itu?”

Guo Jing menjawab, “Dibeli oleh orang-orang dari istana Pangeran Zhao.”

“Ya, betul!” kata Huang Rong. “Jadi kita akan pergi ke istananya untuk mengambil obat itu.”

Guo Jing terkejut, “Ke istana Pangeran Zhao?”

Huang Rong menjawab, “Betul!”

Guo Jing berkata, “Kita tidak bisa kesana, kita hanya akan mengantar nyawa.”

Huang Rong berkata, “Kalau begitu kau bisa tahan melihat Wang Dao Zhang cacat? Atau kalau lukanya bertambah parah, malah ia akan tewas?”

Merasa darah naik ke kepalanya, Guo Jing menjawab, “Baik, tapi kau tidak bisa ikut.”

Huang Rong bertanya, “Kenapa?”

Guo Jing menjawab, “Pokoknya kau harus berjanji tidak akan ikut.” Ia tidak bisa menemukan alasan yang sesuai.

Huang Rong merendahkan suaranya dan berkata, “Aku jadi tidak tahan kalau kau terus menerus kuatir soal aku. Kalau kau menemui bahaya, bagaimana kau bisa berharap aku akan hidup sendirian?”

Hati Guo Jing serasa melambung tinggi. Saat itu rasa terima kasih, bahagia, dan cinta, menjadi satu dan memasuki pikirannya. Tiba-tiba ia merasa seratus kali lipat lebih berani dan sama sekali tidak takut menghadapi orang semacam Sha Tongtian dan Peng Lianhu. Rasanya seolah-olah tidak ada hal yang tidak mungkin di dunia ini. Ia berkata, “Baik, kita berdua akan pergi mengambil obat-obatan itu!”

Mereka mendayung perahu ke tepian dan mulai meluncur ke arah kota. Di tengah jalan, Guo Jing tiba-tiba teringat bahwa Empat Iblis Sungai Kuning masih tergantung di atas pohon. Ia berkata, “Kau tidak mau melepaskan empat orang itu?”

Huang Rong tertawa cekikikan, “Empat sobat kita itu menjuluki diri mereka ‘Pahlawan Sekuat Besi’, jadi mereka pasti kuat. Mereka tidak akan mati kelaparan atau beku. Kalau pun mereka mati kelaparan, ‘Empat Iblis dari Hutan Plum’ masih lebih bagus daripada ‘Empat Iblis dari Sungai Kuning’.”